LAPORAN PRAKTIKUM I
ILMU TERNAK UNGGAS
“KECERNAAN
PADA AYAM BROILER”
DI SUSUN OLEH :
M U R D I F I N
L1A1 13 028
B
JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS
HALU OLEO
KENDARI
2015
I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Usaha peternakan ayam broiler di Indonesia saat ini
sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat, karena ayam broiler mampu
menghasilkan daging dalam waktu yang singkat. Hal tersebut dapat dilihat dari
populasi ayam pedaging di Indonesia yang mengalami peningkatan setiap tahunnya
yaitu dari 1.177.990.869 ekor pada tahun 2011 menjadi 1.244.402.016 ekor pada
tahun 2012 (Dirjen Peternakan, 2012).
Pemberian pakan yang tepat serta adanya penambahan
bahan additive dengan menggunakan campuran herbal dapat mengurangi penggunaan
antibiotic yang dapat mengakibatkan adanya residu pada daging ayam broiler.
Tanaman herbal yang berasal dari bahan-bahan alami, seperti bawang putih,
kunyit, kencur dan jahe dapat digunakan sebagai alternatif untuk tambahan pakan
ayam broiler. Kunyit mengandung kurkumin yang berkhasiat untuk merangsang
dinding kantong empedu untuk mengeluarkan cairan empedu.
Ayam broiler merupakan hasil rekayasa
genetika yang telah mengalami seleksi
genetik, memiliki kemampuan pertumbuhan yang cepat serta mampu memanfaatkan
pakan secara efisien. Kemampuan pertumbuhan yang cepat pada ayam broiler perlu
diimbangi dengan pakan, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Pencernaan adalah
sebuah proses metabolisme di mana suatu makhluk hidup memproses sebuah zat,
dalam rangka untuk mengubah secara kimia atau mekanik sesuatu zat menjadi
nutrisi. Pencernaan terjadi pada organisme multi sel, sel, dan tingkat sub-sel,
biasanya pada hewan. Sistem pencernaan (digestive system) adalah sistem organ dalam hewan multisel yang
menerima makanan, mencernanya menjadi energi dan nutrien, serta mengeluarkan
sisa proses tersebut melalui dubur. Sistem pencernaan antara satu hewan dengan
yang lainnya bisa sangat jauh berbeda.
Kecernaan zat-zat makanan merupakan
salah satu tolok ukur dalam menentukan mutu bahan pakan ternak, di samping
komposisi kimianya.Untuk mempelajari daya cerna dan fermentasi dalam saluran
pencernaan, metode yang sangat berhasil dan telah digunakan secara luas ialah
tehnik in-vitro, yaitu menginkubasi contoh pakan atau hijauan dalam cairan
rumen setelah ditambahkan larutan penyangga (buffer) yang sesuai.Pengukuran nilai kecernaan suatu bahan pakan
atau ransum dapat dilakukan secara langsung pada ternak unggas yaitu ayam
broiler, karena ayam broiler memiliki pertumbuhan yang sangat cepat dalam waktu
yang singkat sehingga optimalisasi penyerapan zat-zat makanan dapat
terlihat.Pengukuran kecernaan pada dasarnya adalah suatu usaha untuk menentukan
jumlah zat yang dapat diserap oleh saluran pencernaan.Dengan mengukur jumlah
makanan yang dikonsumsi dan jumlah makanan yang dikeluarkan melalui feses. Berdasarkan
uraian di atas, maka perlu dilakukan praktikum Ilmu Ternak Unggas tentang
“Kecernaan pada Ayam Broiler”.
Tujuan dilaksanakannya praktikumpengamatan pada
Kecernaan Ayam Broiler
adalah untuk mengetahuitingkat kecernaan ayam broiler terhadap perlakuan pakan
yang diberikan, sertafaktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan ayam broiler.
Manfaat yang bisa diambil
dari pelaksanaan praktikum pengamatan pada Kecernaan Ayam Broiler adalah dapat mengetahui tingkat
kecernaan ayam broiler terhadap perlakuan pakan yang diberikan, sera dapat mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhikecernaan ayam broiler.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ayam
Broiler
Ayam
broiler didefinisikan sebagai ayam jantan atau betina muda biasanya berumur 4
sampai 6 minggu.Ayam broiler merupakan jenis ayam dari ras pedaging unggulan
hasil persilangan dari bangsa - bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas
tinggi, terutama dalam memproduksi daging.Ayam broiler adalah ayam jantan atau
betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagi penghasil
daging.Ayam broiler mempunyai peranan yang penting sebagai sumber protein
hewani asal ternak.Ayam Pedaging (Broiler) adalah ayam ras yang mampu tumbuh
cepat sehingga dapat menghasilkan daging dalam waktu relatif singkat 5-7
minggu (Fatah, 2010).
Ayam broiler dapat digolongkan ke dalam
kelompok unggas penghasil daging artinya dipelihara khusus untuk menghasilkan
daging. Kemampuan pertumbuhan yang baik dan dapat mencapai bobot dengan
cepat.Kemapuan pertumbuhan yang baik dihasilkan dari pemenuhan kebutuhan
nutrisi yang tinggi. Ciri–ciri ayam pedaging yang baik antara lain ukuran
badannya besar, perdagingan penuh. Wahju (1992), menyatakan bahwa
umumnya memiliki ciri-ciri yaitu kerangka tubuh besar, pertumbuhan
badan cepat, pertumbuhan bulu yang cepat, lebih efisien dalam mengubah ransum
menjadi daging. Ditambahkan oleh pendapat Fatah (2010) bahwa bibit yang
baik mempunyai ciri sehat dan aktif bergerak, tubuh gemuk (bentuk tubuh bulat),
bulu bersih dan kelihatan mengkilat, hidung bersih, mata tajam dan bersih serta
lubang kotoran (anus) bersih.
B. Ransum
Ransum
adalah campuran dari lebih satu bahan pakan yang mengandung beberapa nutrisi
yang diberikan untuk ternak yang mengandung nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh
untuk memenuhi kebutuhan hidup ternak selama 24 jam. Ransum adalah campuran
bahan-bahan pakan untuk memenuhi kebutuhan akan zat-zat pakan yang seimbang dan
tepat. Seimbang dan tepat berarti zat makanan itu tidak berlebihan dan tidak
kurang (Rasyaf, 2004). Ransum mempunyai campuran lebih dari satu
bahan pakan yang dibutuhkan oleh ternak. Berdasarkan
bentuknya, ransum dibagi menjadi tiga jenis yaitu mash, pelet, dan crumble (Alamsyah,
2005).
C. Ransum Broiler Periode Finisher
Ransum merupakan pakan tunggal
atau campuran dari berbagai bahan pakan yang diberikan pada ternak untuk
pemenuhan kebutuhan nutrisi ternak selama 24 jam baik diberikan sekaligus
maupun sebagian (Rasyaf, 2008). Ransum ayam broiler terbagi menjadi dua jenis
yaitu ransum untuk periode starter dan ransum untuk
periode finisher. Ransum pada periode finisher membutuhkan protein
sebanyak 18,1-21,1%, kalsium 0,90%, fosfor 0,35% dan membutuhkan energi
metabolis sebanyak 2900-3200 kkal/kg (Wahju, 1992).
D. Kecernaan
Kecernaan merupakan
jumlah proporsional zat-zat makanan yang ditahan atau diserap oleh tubuh
(Tillman et al., 1998). Kecernaan adalah suatu peubah yang menunjukkan
seberapa banyak dari pakan yang dikonsumsi dapat diserap oleh tubuh, karena
dalam suatu proses pencernaan selalu ada bagian pakan yang tidak dapat dicerna
dan dikeluarkan bersama feses (Sulistyowati, 2002 dalam Rasmada, 2008).
Kecernaan adalah bagian yang tidak diekskresikan dalam
feses dan diserap oleh tubuh hewan serta dinyatakan dalam
persen dari bahan kering (Cullison et al., 2003 dalam Rasmada, 2008).
E. Penentuan Pengukuran Kecernaan
pada Ayam Broiler
Metode yang dapat digunakan untuk menentukan
pengukuran kecernaan
yaitu metode total koleksi dan metode indikator, sedangkan pengukuran kecernaandapat
dilakukan secara in vitro, in vivo dan perhitungan berdasarkan
analisa (Tillman et al., 1991 dalam Rasmada, 2008). Metode yang dapat
digunakan untuk menentukan kecernaan nutrien adalah dengan menggunakan
indikator, indikator yang dapat digunakan adalah indikator internal maupun
eksternal (Sembiring, 2009).Kecernaan nutrien ransum dipengaruhi oleh kandungan
serat kasar ransum dan persentase protein dalam ransum serta jumlah protein
yang dikonsumsi (Lubis, 1992 dalam Mangisah et al., 2006).Kecernaan
dipengaruhi oleh tingkat pemberian pakan, spesies hewan, kandungan lignin,
defisiensi zat makanan, pengolahan dan pengaruh gabungan bahan
pakan, serta gangguan saluran pencernaan (Church dan Pond, 1988 dalam
Abun, 2007).Faktor-faktor yang mempengaruhi koefisien cerna zat-zat makanan
adalah suhu, laju perjalanan bahan pakan di dalam seluruh saluran pencernaan,
bentuk fisik pakan, komposisi ransum dan pengaruh zat makanan satu terhadap zat
makanan yang lain (Anggorodi, 1979 dalam Rasmada, 2008).
F. Kecernaan Bahan Kering
(KCBK)
Mengukur kecernaan pada
unggas dibutuhkan teknik khusus karena feses dan urin dikeluarkan secara
bersamaan sehingga menyebabkan bercampurnya N urun dan feses (Wahju,
1997).Pemisahan dapat dilakukan dengan memisahkan N urin dalam feses secara
kimia atau dilakukan pembedahan koleksi sampel dari usus besar (Church dan
Pond, 1988).Konversi pakan dipengaruhi oleh ketersediaan zat-zat gizi dalam
ransum dan kesehatan ternak. Konversi pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain kemampuan ternak mencerna bahan pakan, kecukupan zat pakan
untuk pertumbuhan dan jenis bahan pakan yang dikonsumsi, kondisi ternak
dan manajemen, bobot badan, bangsa, suhu lingkungan, kandungan serat kasar,
kandungan air dalam pakan, efisiensi dan perkembangan rumen, kondisi individu,
palatabilitas, zat pakan essensial dan penyakit (Tillman et al., 1998). Kecernaan
sering erat hubungannya dengan konsumsi, yaitu pada saat pemberian
hijauan tua yang sifatnya sangat voluminousdan lamban dicerna di
bandingkan dengan bagian tanaman yang tidak memiliki serat. Hubungan tersebut
didapatkan pada hijauan tingkat kecernaannya di bawah 66% (Tillman et al., 19918). Kecernaan
bahan kering dalam ransum ayam broiler adalah berkisar antara 69,73 – 74,92%.
Kecernaan BK dapat dipengaruhi oleh kandungan zat-zat makanan dalam ransum dan
jumlah ransum yang dikonsumsinya (Nelwida, 2009).
G. Kecernaan Bahan Organik
(KCBO)
Efisiensi pakan adalah
perbandingan antara jumlah unit produk yang dihasilkan dengan jumlah unit
konsumsi pakan dalam satuan waktu yang sama. Efisiensi pakan dipengaruhi
tingkat konsumsi dan temperatur lingkungan, kecernaan, dan efisiensi
pemanfaatan zat pakan untuk proses di dalam tubuh. Kecernaan bahan organik
erat kaitannya dengan kecernaan bahan kering, karena sebagian besar komponen
bahan kering adalah bahan organik.Kecernaan bahan kering berbanding lurus
dengan kecernaan bahan organik. Kecernaan bahan organik dalam ransum ayam
broiler adalah berkisar antara 76,93 – 78,20%. Kecernaan bahan organik juga
dapat dipengaruhi oleh kecernaan bahan kering.Hal ini disebabkan karena bahan
organik adalah komponen dari bahan kering (Nelwida, 2009).
III.
METODOLOGI PRAKTIKUM
A.
Waktu dan Tempat
Praktikum
pengamatan padaKecernaan Ayam Broilerini dilaksanakan
di Kandang Unggas Fakultas
Peternakan, UHO Kendari tanggal 06 –12 Maret 2015.
B.
Materi
1. Alat Praktikum
Alat dan kegunaan yang di gunakan dalam praktikum pengamatan padaKecernaan Ayam Broilerdapat dilihat
pada table 1.
Tabel 1.Alat dan
Kegunaan yang Digunakan pada Praktikum Kecernaan Ayam Broiler.
No.
|
Alat
|
Kegunaan
|
1.
|
Kandang baterai
|
Sebagai tempat pemeliharaan ayam
|
2.
|
Sapu, amplas, dan
kain lap
|
Untuk membersihkan kandang
|
3.
|
Talangan/oven
|
Sebagai tempat penampungan feses
|
4.
|
Lakban
|
Untuk alat perekat
|
5.
|
Kertas Label
|
Untuk alat pelabelan
|
6.
|
Plastik klip
|
Untuk tempat penampungan eskreta
|
2. Bahan
Praktikum
Bahan dan kegunaan yang di gunakan dalam praktikum pengamatan padaKecernaan Ayam Broiler dapat dilihat
pada table 2.
Tabel 2.Bahan
dan Kegunaan yang Digunakan pada Praktikum Kecernaan Ayam
Broiler.
No.
|
Bahan
|
Kegunaan
|
1.
|
Ayam Broiler
|
Sebagai bahan pengamatan
|
2.
|
BP 11
|
Sebagai bahan pakan pada ayam
broiler
|
3.
|
Konsentrat
|
Sebagai bahan pakan pada ayam
broiler
|
4.
|
Dedak
|
Sebagai bahan pakan pada ayam
broiler
|
5.
|
Air
|
Sebagai minuman pada ayam broiler
|
6.
|
Antiseptik
|
Sebagai sanitasi kandang ayam broiler
|
7.
|
Vitastres
|
Membantu ayam broiler supaya tidak stres
|
C.
Metode Praktikum
Metode yang
digunakan pada
praktikum Kecernaan Ayam Broileradalah sebagai berikut:
1. Pada tahap pertama mempersiapkan kandang
dengan cara membersihkan kandang, tempat pakan, tempat minum dan lingkungan
sekitarnya lalu disemprotkan desinfektan agar dapat steril setelah itu.
2.Ayam dimasukkan didalam kandang.
3. Kemudian
ayam diberikan ransum tanpa indikator sebagai proses adaptasi terhadap
lingkungan kandang.
4. Setelah ayam beradaptasi dengan kandangnya ayam dipuasakan setengah hari dan
hanya diberi air minum agar sisa-sisa pakan dalam pencernaan ayam,
sehingga tidak mengganggu pemberian
perlakuan dalam penghitungan
kecernaannya.
5. Setelah dipuasakan, ayam diberi perlakuan
dengan penambahan indicator, yaitu
diberi 4 jenis ransum yang telah diberi perlakuan berbeda, setiap ransum
diberikan pada 5 ekor ayam.
6. Meletakan
tempat atau nampan dibawah
kandang diambil setelah satu hari pemberian ransum yang diberi perlakuan. Tempat
ini bertujuan untuk menampung kotoran ayam serta laju digesta awal dari pakan
adaptasi dihitung.
7. Selesai
ditampung ekskreta dijemur. Setelah
kering ekskreta ditimbang. Terakhir ekskreta yang sudah kering dibawa ke laboraterium untuk dihitung daya cerna KCBK
dan KCBO pada ayam broiler dengan menggunakan program
excel.
8. Membuat
laporan.
D. Analisa Laboratorium
Kandungan kadar air, bahan kering, kadar abu dan
bahan organic yang terdapat didalam ekskreta dapat dianalisa dengan menggunakan
rumus berikut :
Bahan
Organik (
Keterangan:
w = berat cawan kosong (gram)
x = berat awal sampel (gram)
y = berat sampel setelah dioven (gram)
z = berat sampel setelah ditanur (gram)
D. Perhitungan Kecernaan
Perhitungan kecernaan pada praktikum
Kecernaan pada Ayam Broiler yaitu dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
KBK (kg) - BK eskreta (kg)
KCBK (%) = x 100%
KBK (kg)
KBO (kg) - BO eskreta (kg)
KCBO (%)= x 100%
KBO (kg)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil Pengamatan
Hasil praktikum
penghitungan terhadap Kecernaan Bahan Kering (KCBK)dan Kecernaan Bahan Organik
(KCBO) pada ayam broiler yaitu dapat dilihat pada tebel 5 dan table 6, serta
grafik 1 dan grafik 2 berikut :
Tabel 5. Hasil
Praktikum Terhadap Kecernaan Bahan Kering (KCBK).
Perlakuan
|
N
|
KCBK
|
T0
|
5
|
81.9761
|
T1
|
5
|
80.2164
|
T2
|
5
|
80.0356
|
T3
|
5
|
76.8521
|
Gambar 1. Grafik
Kecernaan Bahan Kering (KCBK).
Tabel 6. Hasil Praktikum
Terhadap Kecernaan Bahan Organik (KCBO).
Perlakuan
|
N
|
KCBO
|
T0
|
5
|
84.7685
|
T1
|
5
|
83.3425
|
T2
|
5
|
82.5498
|
T3
|
5
|
79.5459
|
Gambar 2. Grafik
Kecernaan Bahan Organik (KCBO).
Keterangan
:
T0
= Ransum yang diberikan 100% BP 11.
T1
= Ransum yang diberikan 90% BP 11, 5% konsentrat dan 5% dedak.
T2
= Ransum yang diberikan 82% BP 11, 8% konsentrat dan 10% dedak.
T3
= Ransum yang diberikan 73% BP 11, 12% konsentrat dan 15% dedak.
B. Pembahasan
Pada praktikum
Kecernaan Ayam Broiler ini jumlah ternak ayam yang digunakan yaitu 20 ekor
dengan rata-rata bobot badannya 1,4 kg, Kandang yang digunakan yaitu kandang
baterai. Proses pelaksanaannya yaitu sebelum ayam diberi perlakuan terlebih
dahulu ayam dipuasakan adapun tujuan pemuasaan ayam dalam praktikum ini yaitu
agar sisa-sisa makanan tidak tercampur pada ransum pemberian perlakuan. Dari 20
ekor ayam yang deberi perlakuan yang berbeda
dibagi menjadi 4 kelompok yang masing-masing kelompok memiliki 5 ekor
ayam yang di beri perlakuan berbeda.
Adapun perlakuan yang
diberikan pada praktikum ini yaitu :
T0
= Ransum yang diberikan 100% BP 11.
T1
= Ransum yang diberikan 90% BP 11, 5% konsentrat dan 5% dedak.
T2
= Ransum yang diberikan 82% BP 11, 8% konsentrat dan 10% dedak.
T3
= Ransum yang diberikan 73% BP 11, 12% konsentrat dan 15% dedak.
Dalam praktikum ini dilakukan dengan
beberapa tahapan yaitu tahap pembersihan kandang, pembiasaan, pemuasaan dan
pemberian perlakuan.Pada tahap pembersihan kandang kandang dibersihkan terlebih
dahulu dan disemprot, setelah kandang siap barulah ayam dimasukkan kekandang.
Pada tahap pembiasaan ayam dimasukkan dikandang baterei dan diberi pakan yang
cukup untuk menghindari ayam stress karena dimasukkan dilingkungan yang baru,
selanjutnya tahap pemuasaan pada tahap ini ayam dipuasakan selama setengah hari
agar nantinya pengukuran daya cerna pakan ternak pada ransum sesuai dengan
pakan yang diberikan. Setelah ayam dipuasakan barulah diberikan ransum yang
sesuai perlakuan yang akan diberikan.
1. Kecernaan
Bahan Kering(KCBK)
Berdasarkan
praktikum diperoleh hasil bahwa tingkat kecernaan bahan kering (KCBK), adalah
T0=81.9761, T1=80.2164,
T2=80.0356, dan T3=76.8521.
jadirata-rata perhitungan kecernaan bahan kering adalah sebesar 79,77%. Hasil ini lebih tinggi dari kecernaan
bahan kering ransum untuk ayam broiler yaitu sebesar 69,73 – 74,92%. Perbedaan
tingkat kecernaa bahan kering (KCBK) ayam broiler dengan beberapa perlakuan
yang berbeda dipengaruhi oleh jenis dan kandungan pakan yang diberikan. Selain
itu perbedaan tingkat kecernaa ayam broiler
ini juga depengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jumlah dan jenis
pakan yang dikonsumsi, kemampuan ternak dalam mencerna bahan pakan, kondisi
ternak dan lingkungan. Hal ini sesuai dengan pendapat Nelwida (2009) yang
menyatakan bahwa kecernaan bahan kering dalam ransum ayam broiler adalah
berkisar antara 69,73 – 74,92%.
Kecernaan
BK dapat dipengaruhi oleh kandungan zat-zat makanan dalam ransum dan jumlah ransum yang dikonsumsinya. Tillman et al., (1991) menyatakn
bahwa beberapa factor yang mempengaruhi kecernaan bahan kering antara
lain kemampuan ternak mencerna bahan pakan, kecukupan zat pakan untuk pertumbuhan
dan jenis bahan pakan yang dikonsumsi, kondisi ternak dan manajemen, bobot
badan, bangsa, suhu lingkungan, kandungan serat kasar, kandungan air dalam
pakan, efisiensi dan perkembangan rumen, kondisi individu, palatabilitas, zat
pakan essensial dan penyakit.
2. Kecernaan
Bahan Organik (KCBO)
Berdasarkan
praktikum diperoleh hasil bahwa tingkat kecernaan bahan organik (KCBO), adalah
T0= 84.7685, T1= 83.3425,
T2= 82.5498, dan T3= 79.5459.
Jadi rata-rata perhitungan kecernaan bahan organik adalah sebesar 82.5517%. Hasil ini lebih rendah dari
kecernaan bahan organik ransum untuk ayam broiler yaitu berkisar antara 76,93 –
78,20%. Hasil kecernaan bahan organik (KCBO) lebih tinggi dari kecernaan
bahan kering (KCBK) karena dalam bahan organik kemungkinan masih terdapat
kandungan abu yang dapat mempengaruhi kadar bahan organik.
Perbedaan tingkat kecernaa bahan
organik (KCBO) ayam broiler dengan beberapa perlakuan yang berbeda dipengaruhi
oleh beberapa factor, antara lain adalah kandungan bahan kering dan bahan
organik dalam ransum, serta jumlah dan jenis ransum yang dikonsumsi. Hal ini
disebabkan karena bahan organik adalah komponen dari bahan kering. Hal ini
sesuai dengan pendapat Nelwida (2009) yang menyatakan bahwa kecernaan bahan
organik dalam ransum ayam broiler adalah berkisar antara 76,93 – 78,20%.
Kecernaan bahan organik juga dapat dipengaruhi oleh kecernaan bahan kering.Hal
ini disebabkan karena bahan organik adalah komponen dari bahan kering. Menurut Wahju (1992), kecernaan
bahan organik erat kaitannya dengan kecernaan bahan kering, karena sebagian
besar komponen bahan kering adalah bahan organik.
3.
Kecernaan invivo pada ternak unggas
Nilai
potensial suatu bahan pakan untuk menyediakan nutrien tertentu bagi ternak
dapat ditentukan dengan analisis kimia namun nilai sebenarnya dari bahan pakan
tersebut untuk ternak baru dapat ditentukan setelah diperhitungkan pula
kehilangan nutrien yang tidak terelakkan selama proses pencernaan, absorbsi dan
metabolisme. Sebagaimana definisi dari kecernaan bahan pakan yang diekspresikan
sebagai proporsi nutrien yang tidak diekskresikan pada feces yang diasumsikan
sebagai nutrien yang diabsorbsi oleh ternak. Pada umumnya diukur dengan dasar
bahan kering dan dalam bentuk koefisien atau persentase. Pengukuran kecernaan
suatu bahan pakan ataupun ransum langsung pada ternak sering disebut dengan
metode in vivo ( yuniusta, 2007). Berdasarkan praktikum kecernaan unggas, pakan
yang diberikan yaitu terdiri dari pakan BP 11, konsentrat dan dedak. Dari
ketiga pakan tersebut memiliki kandungan nutrient yang berbeda-beda, sehingga
hasil dari praktikum kecernaan berbeda pula, ini disebabkan karena pemberian
pakan pada ayam broiler berbeda kandungan nutrisi antara BP 11, konsentrat dan
dedak.
V. PENUTUP
A.
Kesimpulan
Adapun kesimpaulan dari
praktikum Kecernaan pada Ayam Broiler ini adalah jika semakin tinggi protei
kasar dalam ransum sedangkan serat kasar rendah maka kecernaan KCBK (kecernaa
bahan kering) dan KCBO (kecernaa bahan organik) pada ternak akan tinggi namun
sebaliknya jika serat kasar tinggi dan protein kasar rendah maka kecernaan KCBK
(kecernaa bahan kering) dan KCBO (kecernaa bahan organik) juga rendah. Hasil kecernaan bahan organik
(KCBO) lebih tinggi dari kecernaan bahan kering (KCBK) karena dalam bahan
organik kemungkinan masih terdapat kandungan abu yang dapat mempengaruhi kadar
bahan organik.
Faktor
yang mempengaruhi kecernaan bahan kering antara lain jumlah dan jenis pakan
yang dikonsumsi, kemampuan ternak dalam mencerna bahan pakan, kondisi ternak
dan lingkungan. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan bahan
organik antara lain adalah kandungan bahan kering dan bahan organik dalam
ransum, serta jumlah dan jenis ransum yang dikonsumsi.
B. Saran
Adapun
saran saya selama pelaksanaan praktikum Kecernaan pada Ayam Broiler ini adalah
sebaiknya alat dan bahan yang digunakan
dalam praktikum perlu dilengkapi sebelum praktikum dilaksanakan, sehingga
praktikum dapat berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, R.
2005. Pengolahan Ayam Secara Modern.
PenebarSwadaya, Jakarta.
Direktorat Jenderal Peternakan. 2012. Statistik Peternakan, Jakarta.
Fatah. 2010. Pengaruh penambahan tepung daun katuk
(sauropus androgynus) dalam pakan ayam broiler terhadap kecernaan pakan, bobot
badan, dan produksi cairan empedu. Majalah llmu Faal
Indonesia. 9 (2): 29-34
Curch, D. C. and
W. E. Pond. 1988. Basic Animal Nutrition
and Feeding. 3rd ed. John Willy and Sons, Inc. United States of
America.
Mangisah, I.,
Tristiarti., W. Murningsih., M. H. Nasoetion., E. S. Jayanti., dan Y. Astuti.
2006. Kecernaaan nutrien Eceng Gondok
yang difermentasi denganAspergilus niger pada Ayam Broiler. Journal
Indonesian Tropical Animal Agriculture, 31 (2): 124-128.
Nelwida. 2009. Efek penggantian jagung dengan biji alpukat
yang direndam air panas dalam ransum terhadap retensi bahan kering, bahan
organik dan protein kasar pada ayam broiler. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu
Peternakan. 12(1) : 50 - 56.
Rasmada, S.
2008. Analisis Kebutuhan Nutrien dan
Kecernaan Pakan pada Owa Jawa (Hylobates moloch) di Pusat Penyelamatan Satwa
Gadog-Ciawi Bogor.Skripsi.Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Rasyaf, M. 2004.
Beternak Ayam Pedaging. Cetakan ke-24.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Sembiring, P.
2009. Peningkatan kecernaan protein dan
energi bungkil inti sawit fermentasi pada ayam broiler .Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner. 626 – 632.
Tillman, A.D.,
H. Hartadi, S. Reksohadiproji, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosutjoko. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada
University Press.Yogyakarta.
Wahju, J. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan III. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
sebelumnya mohon izin menggunakan materi blog anda sebagai referensi laporan saya, terima kasih kak..
BalasHapus